At-Tathoyyur (Merasa Sial Dengan Sesuatu)

Silsilah Ilmiyyah 1 : Belajar Tauhid
Halaqah ke 17

 

Tathoyyur adalah merasa akan bernasib sial karena melihat atau mendengar kejadian tertentu, seperti melihat tabrakan atau orang yang berkelahi atau yang semisalnya. Kemudian hal tersebut menyebabkan dia tidak jadi melaksanakan hajatnya seperti bepergian, berdagang dan lain-lain.

Tathoyyur termasuk syirik kecil apabila perasaan tersebut kita ikuti.

Rasulullah SAW bersabda :
“Barangsiapa yang thiyarah menyebabkan dia tidak jadi melaksanakan hajatnya maka ia telah berbuat syirik” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Ahmad).

Perasaan ini sebenarnya tidak akan mempengaruhi takdir sebagaimana hal ini dinafikan dan diingkari oleh Rasulullah SAW.
Beliau bersabda : “Wa la thiyarah” maksudnya adalah tidak ada thiyarah (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).

Maksudnya, thiyarah ini adalah hanya sebuah perasaan saja yang tidak akan berpengaruh terhadap takdir Allah SWT. Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh mengikuti was-was setan ini, dan hendaknya dia memiliki keyakinan yang kuat bahwa semua yang terjadi di permukaan bumi berupa kebaikan dan keburukan adalah dengan takdir Allah semata. Yakin bahwa tidak mendatangkan kebaikan kecuali Allah, dan tidak melindungi dari keburukan kecuali Allah. Hanya bertawakal kepada Allah semata dan berbaik sangka kepada Allah SWT.

Apabila datang perasaan tersebut maka hendaknya segera dihilangkan dengan tawakal dan tetaplah dia melaksanakan hajatnya, dan apa yang terjadi setelah itu adalah takdir Allah semata.

Adapun tafa’ul maka diperbolehkan dalam agama kita. Tafa’ul artinya adalah berbaik sangka kepada Allah karena melihat atau mendengar sesuatu.

Dahulu Nabi SAW sering ber-tafa’ul seperti ketika Perjanjian Hudaibiyah. Utusan Quraisy saat itu bernama Suhail, dan Suhail adalah bentuk pengecilan dari kata Sahl yang artinya mudah.
Maka beliau berbaik sangka pada Allah bahwa perjanjian ini akan membawa kemudahan dan kebaikan bagi umat Islam.

Maka benarlah persangkaan beliau, Allah SWT membuka setelah itu yaitu setelah perjanjian tersebut, pintu-pintu kemudahan bagi umat Islam.

 

*Disampaikan oleh Ustadz Abdullah Roy, MA., Selasa 21 Sya’ban 1437 H/26 Juli 2016, via WhatssApp Group HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah).

 

Leave a comment