Pengagungan Terhadap Ilmu (5)

Muqadimah HSI : Pengagungan Terhadap Ilmu
Halaqah ke 5

Berikut ini adalah lanjutan dari poin pembahasan “20 perkara yang merupakan bentuk pengagungan terhadap ilmu”:

17. Membela ilmu dan menolongnya.
Ilmu memiliki kehormatan yang mengharuskan penuntutnya dan ahlinya untuk membela dan menolongnya bila ada yang berusaha merusaknya. Oleh karena itu para ulama membantah orang yang menyimpang bila jelas penyimpangannya dari syari’at, siapapun dia. Yang demikian untuk menjaga agama dan menasehati kaum muslimin. Mereka memboikot seorang mubtadi’ yaitu orang yang membuat bid’ah dalam agama, tidak mengambil ilmu dari mereka kecuali dalam keadaan terpaksa, dan lain-lain. Semuanya dilakukan untuk menjaga ilmu dan membelanya.

18. Berhati-hati dalam bertanya kepada para ulama.
Seorang penuntut ilmu hendaknya memperhatikan 4 perkara didalam bertanya:
1. Bertanya untuk belajar, bukan ingin mengeyel. Karena orang yang niatnya tidak baik didalam bertanya akan dijauhkan dari berkah ilmu itu sendiri.
2. Bertanya tentang sesuatu yang bermanfa’at.
3. Melihat keadaan gurunya, tidak bertanya kepada sang guru apabila guru dalam keadaan tidak kondusif untuk menjawab pertanyaan.
4. Memperbaiki cara bertanya, seperti menggunakan kata-kata yang baik, mendo’akan untuk sang guru sebelum bertanya, menggunakan panggilan penghormatan, dan lain-lain.

19. Cinta yang sangat kepada ilmu.
Tidak mungkin seseorang mencapai derajat ilmu, kecuali apabila kelezatan dia yang paling besar ada di dalam ilmu.

Dan kelezatan ilmu bisa didapatkan dengan 3 perkara:
1. Mengeluarkan segenap tenaganya dan kesungguhannya untuk belajar.
2. Kejujuran didalam belajar.
3. Keikhlasan niat.

20. Menjaga waktu didalam ilmu.
Seorang penuntut ilmu tidak menyia-nyiakan waktunya sedikitpun, menggunakan waktu untuk ibadah, dan mendahulukan yang afdhal diantara amalan-amalan. Sebagian salaf dahulu ada yang muridnya membaca kitab kepada beliau sedangkan beliau dalam keadaan makan, yang demikian adalah untuk menjaga waktunya jangan sampai tersia-sia dari menuntut ilmu.

*Disampaikan oleh Ustadz Dr. Abdullah Roy, MA., Jumat 20 Rajab 1439 H/6 April 2018, via WhatsApp Group HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah).

Pengagungan Terhadap Ilmu (4)

Muqadimah HSI : Pengagungan Terhadap Ilmu
Halaqah ke 4

Berikut ini adalah lanjutan dari poin pembahasan “20 perkara yang merupakan bentuk pengagungan terhadap ilmu”:

13. Berusaha keras dalam menghafal ilmu, bermudzakarah dan bertanya.
Belajar dari seorang guru tidak banyak manfa’atnya jika tidak menghafal, bermudzakarah dan bertanya. Menghafal berkaitan dengan diri sendiri, bermudzakarah adalah mengulang kembali bersama teman, dan bertanya maksudnya adalah bertanya kepada sang guru.

Berkata Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah :

حفظنا قليلا وقرأنا كثيرا فانتفعنا بما حفظنا أكثر من انتفاعنا بما قرأنا

“Kami menghafal sedikit dan membaca banyak, maka kami mengambil manfa’at dari yang kami hafal lebih banyak daripada apa yang kami baca.” Dan dengan mudzakarah akan hidup ilmu di dalam jiwa dan dengan bertanya akan terbuka pembendaharaan ilmu.

14. Menghormati ahli ilmu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ليس من أمتي من لم يجلّ كبيرنا ويرحم صغيرنا ويعرف لعالمنا حقه

“Bukan termasuk ummat ku orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda dan mengetahui haq bagi seorang ‘aalim.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnad beliau)

Maka seorang murid harus memiliki rasa tawaadhu’ kepada gurunya, menghadap beliau dan tidak menoleh, menjaga adab berbicara, tidak berlebih-lebihan didalam memuji beliau, mendo’akan beliau, mengucapkan terima kasih kepada beliau atas pengajaran beliau, menampakkan rasa butuhnya terhadap ilmu beliau, tidak menyakiti beliau dengan ucapan dan perbuatan, serta berlemah lembut ketika mengingatkan kesalahan beliau.

Disana ada 6 perkara yang harus dia jaga apabila melihat kesalahan seorang guru:
1. Meneliti terlebih dahulu apakah benar kesalahan tersebut keluar dari seorang guru.
2. Meneliti apakah itu memang sebuah kesalahan (dan ini tugas ahlul ‘ilmi).
3. Tidak boleh mengikuti kesalahan tersebut.
4. Memberikan ‘udzur kepada sang guru dengan alasan yang benar.
5. Memberikan nasehat dengan lembut dan rahasia.
6. Menjaga kehormatan seorang guru dihadapan kaum muslimin yang lain.

15. Mengembalikan sebuah permasalahan kepada ahlinya.
Orang yang mengagungkan ilmu mengembalikan sebuah permasalahan kepada ahli ilmu dan tidak memaksakan dirinya atas sesuatu yang dia tidak mampu, karena dikhawatirkan takut berbicara tanpa ilmu khususnya peristiwa-peristiwa yang besar yang terjadi yang berkaitan dengan urusan ummat dan orang banyak. Mereka para ulama memiliki ilmu dan pengalaman, maka hendaklah kita husnudzan kepada mereka. Dan apabila ulama berselisih, maka lebih hati-hatinya seseorang mengambil ucapan mayoritas mereka.

16. Menghormati majelis ilmu dan kitab.
Hendaklah beradab ketika bermajelis, melihat kepada gurunya dan tidak menoleh tanpa keperluan, tidak banyak bergerak dan memainkan tangan dan kakinya, tidak bersandar dihadapan seorang guru, tidak bersandar dengan tangannya, tidak berbicara dengan orang yang ada di sampingnya, dan apabila bersin berusaha untuk merendahkan suaranya, apabila menguap berusaha untuk meredamnya atau menutup dengan mulutnya. Dan hendaknya juga menjaga kitab dan memuliakanya, tidak menjadikan kitab sebagai tempat simpanan barang-barang, tidak bersandar di atas kitab, tidak meletakkan kitab di kakinya, dan apabila dia membaca kitab dihadapan seorang guru hendaklah dia mengangkat kitab tersebut, dan tidak meletakkan kitab tersebut di tanah.

*Disampaikan oleh Ustadz Dr. Abdullah Roy, MA., Kamis 19 Rajab 1439 H/5 April 2018, via WhatsApp Group HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah).

Pengagungan Terhadap Ilmu (3)

Muqadimah HSI : Pengagungan Terhadap Ilmu
Halaqah ke 3

Berikut ini adalah lanjutan dari poin pembahasan “20 perkara yang merupakan bentuk pengagungan terhadap ilmu”:

9. Sabar dalam menuntut ilmu dan menyampaikan ilmu.
Menghafal membutuhkan kesabaran, memahami membutuhkan kesabaran, menghadiri majelis ilmu membutuhkan kesabaran, demikian pula menjaga haq seorang guru membutuhkan kesabaran.

Berkata Yahya ibnu Abi Katsiirin:

لايُسْتَطَاعُ العلمَ بِرَاحَةِ الجِسْم

“Tidak didapatkan ilmu dengan badan yang berleha-leha.”

Demikian pula menyampaikan dan mengajarkan perlu kesabaran, duduk bersama para penuntut ilmu perlu kesabaran, memahamkan mereka perlu kesabaran, demikian pula menghadapi kesalahan-kesalahan mereka perlu kesabaran.

10. Memperhatikan adab-adab ilmu.
Ilmu yang bermanfaat didapatkan diantaranya dengan memperhatikan adab. Dan adab disini mencakup adab terhadap diri didalam pelajaran, adab terhadap guru dan teman dan lain-lain. Orang yang beradab didalam ilmu berarti dia mengagungkan ilmu, maka dia dipandang sebagai seorang yang berhaq untuk mendapatkan ilmu tersebut. Adapun orang yang tidak beradab maka dikhawatirkan ilmu akan sia-sia bila disampaikan kepadanya.

Berkata Ibnu Siirin:

كانوايتعلمون الهَدْيَ كمايتعلمون العلم

“Dahulu mereka mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu.”

Bahkan sebagian salaf mendahulukan mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu dan banyak diantara penuntut ilmu yang tidak mendapatkan ilmu karena dia menyia-nyiakan adab.

11. Menjaga ilmu dari apa yang menjelekkannya.
Hendaknya seorang penuntut ilmu menjaga wibawanya, karena apabila dia melakukan sesuatu yang merusak wibawanya sebagai seorang penuntut ilmu berarti dia telah merendahkan ilmu. Seperti terlalu banyak menoleh di jalan, berteman akrab dengan orang-orang faasik dan lain-lain.

12. Memilih teman yang shaalih.
Seorang penuntut ilmu perlu teman yang membantu untuk mendapatkan ilmu dan bersungguh-sungguh. Teman yang tidak baik akan memberi pengaruh yang tidak baik.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الرجل على دين خليله فلينظرأحدكم من يخالل

“Seseorang berada diatas agama teman akrabnya, maka hendaklah salah seorang diantara kalian melihat dengan siapa dia berteman akrab.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud, dan At-Tirmizi)

*Disampaikan oleh Ustadz Dr. Abdullah Roy, MA., Rabu 18 Rajab 1439 H/4 April 2018, via WhatsApp Group HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah).

 

Pengagungan Terhadap Ilmu (2)

Muqadimah HSI : Pengagungan Terhadap Ilmu
Halaqah ke 2

Diantara bentuk pengagungan terhadap ilmu yang disampaikan oleh guru kami yang mulia Syaikh Dr. Shalih bin Abdillah Al ‘Ushoimiy hafizhahullah adalah :

5. Menempuh jalan yang benar dalam menuntut ilmu agama.
Orang yang salah cara dalam menuntut ilmu maka dia tidak akan mendapatkan keinginannya, atau mendapatkan sedikit disertai rasa lelah yang sangat. Dan cara yang benar didalam mempelajari satu cabang ilmu:
1. Dengan menghafal sebuah matan kitab yang menyeluruh dan dia mengumpulkan perkara-perkara yang raajih atau yang dikuatkan menurut para ulama di bidang tersebut.
2. Mempelajari ilmu tersebut dari seorang yang ahli yang bisa dijadikan teladan dan dia mampu mengajar.

6. Mendahulukan ilmu yang paling penting kemudian yang setelahnya dan setelahnya.
Dan ilmu yang paling penting adalah ilmu yang berkaitan dengan ibadah seseorang kepada Allah. Dan ilmu yang paling penting adalah ilmu yang berkaitan dengan ‘ubudiyah seseorang kepada Allah ‘azzawajalla, seperti: ilmu ‘aqidah, tata cara wudhu, tata cara shalat dan lain-lain.

7. Bersegera untuk mendapatkan ilmu dan memanfaatkan waktu muda, karena waktu muda adalah waktu yang emas untuk mempelajari ilmu agama.

Berkata Al HasanAlBashri rahimahullah:

العلمفيالصغركالنَقْشفيالحجر

“Menuntut ilmu di waktu kecil seperti mengukir di batu”.

Adapun apabila sudah tua maka kebanyakan manusia akan memiliki banyak kesibukan, pikiran dan memiliki banyak koneksi. Kalau dia bisa mengatasi itu semua maka insyaAllah dia mendapatkan ilmu. Para sahabat Nabi shallallahualaihiwasallam dahulu mempelajari agama dan mereka sudah berumur.

8. Pelan-pelan didalam menuntut ilmu.
Karena menuntut ilmu tidak bisa dilakukan serta merta sekali jalan, tetapi diambil ilmu secara pelan-pelan dengan memulai kitab-kitab yang ringkas, menghafal dan memahami maknanya dan jangan kita memulai menuntut ilmu dengan membaca kitab-kitab yang panjang.

*Disampaikan oleh Ustadz Dr. Abdullah Roy, MA., Selasa 17 Rajab 1439 H/3 April 2018, via WhatsApp Group HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah).

Pengagungan Terhadap Ilmu (1)

Muqadimah HSI : Pengagungan Terhadap Ilmu
Halaqah ke 1

Telah berkata guru kami yang mulia Syaikh Dr. Shalih bin Abdillah ibn Hamd Al ‘Ushoimiy hafizhahullah di dalam Muqaddimah Kitab beliau Khulashah Ta’zhimil ‘Ilmi bahwa banyak sedikitnya ilmu seseorang adalah sesuai dengan pengagungan dia terhadap ilmu itu sendiri. Barangsiapa yang hatinya penuh dengan pengagungan terhadap ilmu maka hati tersebut pantas menjadi tempat bagi ilmu tersebut, sebaliknya barangsiapa yang berkurang pengagungannya terhadap ilmu maka akan semakin berkurang bagiannya.

Kemudian beliau menyebutkan 20 perkara yang merupakan bentuk pengagungan terhadap ilmu:

1. Membersihkan tempat ilmu yaitu hati.
Diantara bentuk pengagungan terhadap ilmu adalah membersihkan tempat ilmu. Apabila hati kita bersih maka ilmu akan berkenan masuk, dan semakin bersih maka semakin mudah menerima ilmu tersebut. Dan hal yang mengotori hati dan menjadikan ilmu sulit masuk adalah kotoran syahwat dan kotoran syubhat.

2. Mengikhlaskan niat.
Diantara bentuk pengagungan terhadap ilmu adalah mengikhlaskan niat karena Allah didalam menuntutnya. Sesuai dengan keikhlasan seseorang maka dia akan mendapatkan ilmu dan niat yang ikhlas didalam mencari ilmu adalah apabila niatnya:
1. Mengangkat kebodohan dari diri sendiri.
2. Mengangkat kebodohan dari orang lain.
3. Menghidupkan ilmu dan menjaganya supaya tidak punah.
4. Mengamalkan ilmu.

3. Mengumpulkan tekad untuk menuntutnya, meminta pertolongan kepada Allah, dan tidak merasa lemah.

Sebagaimana dalam hadits:
احرص على ما ينفعك واستعن با لله ولاتعجز

Hendaklah engkau semangat melakukan apa yang bermanfaat untuk dirimu dan memohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah engkau merasa lemah” (HR. Muslim).

Dahulu Imam Ahmad bin Hambal terkadang ingin keluar dari rumahnya untuk menghadiri majelis ilmu gurunya sebelum datang waktu subuh, dan sebagian mereka membaca shahih Al Bukhari kepada gurunya dalam tiga majelis atau tiga pertemuan. Ini semua menunjukkan bagaimana semangat dan tekad para pendahulu kita didalam menuntut ilmu.

4. Memusatkan semangat untuk mempelajari Al Qur’an dan Al Hadits, karena inilah asal dari ilmu itu sendiri.

*Disampaikan oleh Ustadz Dr.Abdullah Roy, MA., Senin 16 Rajab 1439 H/2 April 2018, via WhatsApp Group HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah).

Tiupan Sangkakala Kedua

Silsilah Ilmiyyah 5.2.: Beriman Kepada Hari Akhir
Halaqah ke 27

 

Setelah tiupan pertama dan meninggal semua manusia, maka akan ditiup sangkakala untuk yang kedua kalinya. Dan jarak antara dua tiupan adalah 40. Allāhu A’lam, apakah 40 hari atau 40 bulan atau 40 tahun.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda di dalam hadits Abū Hurairah:

بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ

“Antara dua tiupan, empat puluh.”
(Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhāri dan Muslim)

Mereka bertanya kepada Abū Hurairah, shahābat yang meriwayatkan hadits ini, 40 hari atau 40 bulan atau apakah 40 tahun.

Maka beliau (yaitu Abū Hurairah) enggan menjawabnya.
⇒ Para ulama mengatakan karena tidak mengetahui ilmunya.

Dan diantara dua tiupan inilah Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan menurunkan hujan yang ringan, yang dengan sebabnya akan tumbuh jasad manusia di dalam kuburnya, sebagaimana di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.

Tulang ekor manusia yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bahwasanya dia tidak akan hancur, akan tumbuh seperti tumbuhnya tunas setelah hujan.

Sehingga terbentuklah manusia kembali dengan izin Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

ثُمَّ يُنْزِلُ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً . فَيَنْبُتُونَ كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ لَيْسَ مِنَ الإِنْسَانِ شَىْءٌ إِلاَّ يَبْلَى إِلاَّ عَظْمًا وَاحِدًا وَهْوَ عَجْبُ الذَّنَبِ ، وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan menurunkan hujan dari langit. Maka mereka pun tumbuh seperti tumbuhnya tunas, tidak ada dari badan manusia sesuatu, kecuali akan rusak. Kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor. Dan darinyalah akan akan dibentuk manusia pada hari kiamat.”
(HR Bukhāri dan Muslim)

Saudara sekalian,
Allāh-lah yang telah menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada. Dan Dialah yang akan membangkitkan manusia setelah matinya.

Allāh berfirman:

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ

“Dan Dialah Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang menciptakan manusia dari permulaan, kemudian akan mengembalikan menghidupkan kembali. Dan menghidupkannya itu adalah lebih mudah bagi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.” (QS Ar Rūm: 27)

Setelah terbentuknya jasad semua manusia, maka malaikat akan meniup sangkakala untuk yang kedua kalinya. Dan akan dikembalikan ruh-ruh kepada jasadnya dan hiduplah manusia serta akan dibangkitkan dari kuburnya.

Allāh berfirman:

ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ

“Kemudian akan ditiup sangkakala yang kedua kalinya maka tiba-tiba mereka bangkit dalam keadaan menunggu.” (QS Az Zumār 68 )

 

*Disampaikan oleh Ustadz Abdullah Roy, MA., Selasa 3 Jumadil Awal 1438 H/31 Januari 2017, via WhatsApp Group HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah).

 

Ditiupnya Sangkakala

Silsilah Ilmiyyah 5.2.: Beriman Kepada Hari Akhir
Halaqah ke 26

 

Termasuk beriman kepada hari akhir adalah beriman dengan akan ditiupnya sangkakala.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah ditanya, “Apa itu sangkakala?”
Maka Beliau mengatakan, “Tanduk yang ditiup.”
(Hadits shahih riwayat Abū Dāwūd, Tirmidzi dan juga Nasā’i).

Beberapa ayat menunjukkan bahwa sangkakala akan ditiup 2 kali, diantaranya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla,

ﻭَﻧُﻔِﺦَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼُّﻮﺭِ ﻓَﺼَﻌِﻖَ ﻣَﻦْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﻣَﻦْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ الَّا ﻣَﻦْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ۖ ﺛُﻢَّ ﻧُﻔِﺦَ ﻓِﻴﻪِ ﺃُﺧْﺮَﻯٰ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻫُﻢْ ﻗِﻴَﺎﻡٌ ﻳَﻨْﻈُﺮُﻭﻥَ

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki oleh Allāh. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri, menunggu.” (QS Az Zumār 68)

Tiupan sangkakala yang pertama, dengannya meninggal semua yang ada di langit dan di bumi, kecuali yang Allāh kehendaki.
Tiupan ini terjadi di hari Jum’at, sebagaimana dalam Shahīh Muslim.

Dan setiap hari Jum’at, hewan-hewan (mereka) senantiasa memasang telinga antara waktu Shubuh sampai terbit matahari karena takut bila ditiup sangkakala pada hari tersebut. (Hadits shahih, riwayat Abū Dāwūd, Tirmidzi dan juga Nasā’i)

Bila terdengar, maka semua akan mencondongkan lehernya dan mengangkatnya.
Dan yang pertama kali mendengar adalah seorang laki-laki yang sedang memperbaiki penampungan air untuk minum untanya. Maka diapun mati dan matilah semua manusia.
(HR Muslim)

Waktu tersebut sangat singkat sehingga seseorang tidak akan sempat berwasiat dan tidak ada waktu kembali ke keluarganya, mereka meninggal di tempatnya masing-masing.

ﻣَﺎ ﻳَﻨﻈُﺮُﻭﻥَ ﺇِﻟَّﺎ ﺻَﻴْﺤَﺔًۭ ﻭَٰﺣِﺪَﺓًۭ ﺗَﺄْﺧُﺬُﻫُﻢْ ﻭَﻫُﻢْ ﻳَﺨِﺼِّﻤُﻮﻥَ ﴿٤٩﴾ ﻓَﻠَﺎ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻴﻌُﻮﻥَ ﺗَﻮْﺻِﻴَﺔًۭ ﻭَﻟَﺂ ﺇِﻟَﻰٰٓ ﺃَﻫْﻠِﻬِﻢْ ﻳَﺮْﺟِﻌُﻮﻥَ ﴿٥٠﴾

“Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar. Lalu mereka tidak kuasa membuat satu wasiatpun dan tidak pula dapat kembali kepada keluarganya”.
(QS Yāsin: 49-50)

Di dalam Shahīh Bukhari disebutkan bahwa ada sebagian yang sudah mengangkat makanan ke mulutnya namun tidak sempat memakannya karena sudah ditiup sangkakala. Meninggallah seluruh manusia dan kerajaan hari itu adalah milik Allāh Subhānahu wa Ta’āla semata.

Ketahuilah, bahwa malaikat yang akan meniup sangkakala sekarang telah menaruh sangkakala di mulutnya, mengerutkan dahi, memasang telinganya, menunggu sewaktu-waktu diperintah oleh Allāh ‘Azza wa Jalla.
(Hadits shahih riwayat Tirmidzi)

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam ketika mengabarkan para shahābat dengan kabar ini, Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyeru shahābat untuk mengatakan:

حَسْبُنَا اللهُ ونِعْمَ الوَكِيْلُ عَلَى اللّهِ تَوَكَّلْنَا

“Cukuplah Allāh bagi kita dan Dialah sebaik-baik wakil, hanya kepada Allāh kita bertawakkal.” (HR Tirmidzi)

 

*Disampaikan oleh Ustadz Abdullah Roy, MA., Senin 2 Jumadil Awal 1438 H/30 Januari 2017, via Whatsapp Group HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah).

 

Meninggalnya Orang-Orang Beriman Sebelum Hari Kiamat, Terbenamnya Tanah Secara Besar-Besaran Di Tiga Tempat Dan Keluarnya Api Dari Yaman

Silsilah Ilmiyyah 5.1: Beriman Kepada Hari Akhir
Halaqah ke 25

 

Sebelum terjadinya hari kiamat, Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan mengirim angin yang mencabut nyawa semua orang yang beriman, sehingga tidak tersisa di dunia kecuali sejelek-jelek manusia.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

“Kemudian Allāh akan mengutus angin yang dingin dari arah Syām maka tidak ada seorangpun di bumi yang di dalam hatinya ada kebaikan atau iman meski sebesar biji sawi kecuali akan dicabut nyawanya oleh angin tersebut.

· Sampai seandainya salah seorang mereka masuk ke dalam gunung, niscaya angin tersebut akan masuk bersamanya dan mencabut nyawanya.

· Maka tersisalah sejelek-jelek manusia yang ringan berbuat kerusakan seperti ringannya burung dan mereka ganas dalam berbuat kezhaliman satu dengan yang lain seperti ganasnya hewan buas.

· Mereka tidak mengenal kebaikan dan tidak mengingkari kemungkaran.”

(Hadīts riwayat Muslim)

· Di dalam sebuah hadīts yang juga diriwayatkan oleh Imām Muslim disebutkan bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengutus angin tersebut dari Yaman.

· Sebagian ulama mengatakan bahwasanya angin tersebut berasal dari 2 arah yaitu

⑴ Yaman
⑵ Syām

· Dan di antara tanda-tanda besar hari kiamat adalah akan terbenamnya tanah secara besar-besaran di tiga daerah:

⑴ Timur
⑵ Barat
⑶ Jazirah Arab

Sebagaimana datang di dalam hadīts,

“Dan termasuk tanda-tanda besar hari kiamat adalah munculnya api dari Yaman yang akan menggiring manusia ke tempat pengumpulan dan tempat dikumpulkannya manusia saat itu adalah Syām.”

Sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imām Al Baihàqi di dalam Syu’abul Iman dan hadīts ini shahīh.

Dan Syām adalah daerah-daerah sekitar Masjidil Aqshā

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda yang artinya,

“Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan dalam keadaan

√ Berjalan kaki
√ Sebagian berkendaraan
√ Sebagian akan diseret di atas wajah-wajah mereka.”

(Hadīts shahīh riwayat Tirmidzi)

· Api ini akan senantiasa bersama mereka siang dan malam sehingga mereka sampai di tempat pengumpulan, sebagaimana bisa disimpulkan di dalam hadīts shahīh riwayat Bukhāri dan Muslim.

“Dan yang terakhir kali akan dikumpulkan adalah dua orang penggembala dari kabilah Muzainah.”

(Hadīts Bukhari Muslim).

Pengumpulan di sini berbeda dengan pengumpulan manusia setelah dibangkitkan dari kuburnya.

Pengumpulan di sini adalah di dunia untuk sebagian manusia.

Sedangkan pengumpulan setelah dibangkitkannya manusia adalah di akhirat untuk semua manusia.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan keselamatan kepada kita semua di dunia dan di akhirat.

 

*Disampaikan oleh Ustadz Abdullah Roy, MA., Jumat 23 Rabi’ul Awwal 1438 H/23 Desember 2016, via WhatsApp Group HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah).

 

Keluarnya Seekor Hewan Melata Dari Bumi Dan Keluarnya Asap

Silsilah Ilmiyyah 5.1: Beriman Kepada Hari Akhir
Halaqah ke 24

 

Termasuk tanda besar dekatnya hari kiamat adalah:

▪Keluarnya seekor hewan melata yang aneh dari bumi yang bisa berbicara dengan manusia.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:

وَإِذَا وَقَعَ الْقَوْلُ عَلَيْهِمْ أَخْرَجْنَا لَهُمْ دَابَّةً مِنَ الْأَرْضِ تُكَلِّمُهُمْ أَنَّ النَّاسَ كَانُوا بِآيَاتِنَا لَا يُوقِنُونَ

“Dan apabila telah datang keputusan atas mereka maka Kami akan keluarkan untuk mereka seekor hewan melata dari bumi yang akan berbicara kepada manusia bahwa manusia dahulu tidak yakin dengan ayat-ayat Kami.”

(Qs. An Naml: 82)

Hewan tersebut akan keluar diwaktu dhuha sebagaimana dalam Shahīh Muslim.

Dan dia akan menandai orang kafir di hidungnya sebagai tanda kekafirannya.

Maka manusia masing-masing akan dengan jelas mengetahui siapa yang mu’min dan siapa yang kafir.

Di dalam sebuah hadīts yang shāhih yang diriwayatkan oleh Imām Ahmad, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda yang artinya:

“Akan keluar seekor hewan melata dan akan menandai manusia pada hidung-hidung mereka.”

Di antara tanda besar hari kiamat adalah,

▪Keluarnya asap.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:

ﻓَﺎﺭْﺗَﻘِﺐْ ﻳَﻮْﻡَ ﺗَﺄْﺗِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀُ ﺑِﺪُﺧَﺎﻥٍ ﻣُﺒِﻴﻦ. ﻳَﻐْﺸَﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ۖ ﻫَٰﺬَﺍ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﺃَﻟِﻴﻢٌ

“Maka tunggulah hari dimana langit akan membawa asap yang nyata yang menutupi manusia dan inilah adzab yang pedih.”

(Qs. Ad Dukhān:10-11)

Ibnu Abbas radhiyallāhu ‘anhumā berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah:

√ Asap yang akan keluar di akhir zaman sebagai salah satu tanda dekatnya hari kiamat.

Dan,

√ Asap ini merupakan adzab dan siksaan bagi orang-orang kafir.

 

*Disampaikan oleh Ustadz Abdullah Roy, MA., Kamis 22 Rabi’ul Awwal 1438 H/22 Desember 2016, via WhatsApp Group HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah).

 

Terbitnya Matahari Dari Barat

Silsilah Ilmiyyah 5.1: Beriman Kepada Hari Akhir
Halaqah ke 23

 

Matahari setiap harinya meminta izin kepada Allāh untuk terbit dari timur.

Sampai ketika sudah waktunya maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak mengizinkan matahari untuk terbit dari timur.

Dan menyuruhnya kembali dari tempat dia datang, yaitu arah barat.

Akhirnya terbitlah matahari dari barat.

(Hadīts ini shahīh diriwayatkan oleh Al-Imām Al-Bukhari rahimahullāh)

Terbitnya matahari dari barat adalah termasuk tanda-tanda besar dekatnya hari kiamat.

Apabila manusia melihatnya, maka mereka akan beriman semuanya dan akan yakin bahwa kiamat memang sudah dekat.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:

هَلۡ يَنظُرُونَ إِلَّآ أَن تَأۡتِيَهُمُ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةُ أَوۡ يَأۡتِىَ رَبُّكَ أَوۡ يَأۡتِىَ بَعۡضُ ءَايَـٰتِ رَبِّكَ‌ۗ يَوۡمَ يَأۡتِى بَعۡضُ ءَايَـٰتِ رَبِّكَ لَا يَنفَعُ نَفۡسًا إِيمَـٰنُہَا لَمۡ تَكُنۡ ءَامَنَتۡ مِن قَبۡلُ أَوۡ كَسَبَتۡ فِىٓ إِيمَـٰنِہَا خَيۡرً۬ا‌ۗ قُلِ ٱنتَظِرُوٓاْ إِنَّا مُنتَظِرُونَ

“Tidaklah mereka menunggu kecuali kedatangan para malaikat (yaitu malaikat maut) atau kedatangan Allāh atau kedatangan sebagian tanda-tanda kebesaran Allāh.

Hari ketika datang sebagian tanda-tanda kebesaran Tuhan-mu, tidak akan bermanfaat iman seseorang yang tidak beriman sebelumnya atau belum beramal kebaikan di dalam imannya. Katakanlah, “Tunggulah, sesungguhnya kita juga menunggu.”

(QS Al An’ām 158)

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhāri dan Muslim, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menafsirkan bahwa tanda kebesaran Allāh di dalam ayat ini adalah terbitnya matahari dari barat.

Saat itu,
√ Orang kafir bertaubat dari kekafirannya.
√ Orang yang beriman yang sebelumnya menyia-nyiakan amal shalih maka dia akan bertaubat dan beramal shalih.

Namun pintu taubat di kala itu sudah tertutup dan amal tidak akan diterima karena dilakukan di saat terpaksa.

Kecuali orang mukmin yang sebelum munculnya matahari dari barat sudah beriman dan beramal shalih, maka amalannya akan diterima.

Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya segera bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dari segala dosa, bagaimanapun besar dosa yang dia miliki dan jangan menundanya.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ

“Barang siapa yang bertaubat sebelum terbitnya matahari dari barat, maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan menerima taubatnya.”

(HR Muslim)

 

*Disampaikan oleh Ustadz Abdullah Roy, MA., Rabu 21 Rabi’ul Awwal 1438 H/21 Desember 2016, via WhatsApp Group HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah).